PANDANGAN AL-QURAN DAN SUNNAH TERHADAP KEBIJAKAN REWERD DAN PUNISHMENT DALAM PENDIDIKAN NASIONAL


PANDANGAN AL-QURAN DAN SUNNAH TERHADAP KEBIJAKAN REWERD DAN PUNISHMENT DALAM PENDIDIKAN NASIONAL
Penulis : Lazuardi Jihansyah Al Azami
Tahun penulisan : 9 April 2018
e-mail penulis : lazuardijihansyah@gmail.com


ABSTRAK
Anak adalah hal yang paling berharga bagi orang tua, semua orang tua menginginkan anaknya menjadi sosok yang lebih baik dan berhasil dikemudian harinya. Tapi apa jadinya bila seorang anak menjadi liar dirumah maupun disekolah, bagaimana cara menghadapinya.

Dewasa ini telah banyak kejadian yang mengiris hati, dimana seorang murid yang seharusnya patuh dan taat kepada gurunya malah berontak dan tidak segan segan memberikan bogem mentahnya disisi lain seorang guru yang melakukan tindak kekerasan dengan alasan karena sang murid yang susah diatur dan masih banyak alas an yang lainnya yang mendalangi tindak kekerasan ini terjadi.

Lalu bagaimana kita layaknya murid dan guru menyikapinya. Disini penulis akan membahas tentang “pandangan Al-Quran dan sunnah terhadap kebijakan Rewerd dan punishment dalam pendidikan nasional” disini penulis mengajak para pembaca memahami bagaimana sebaiknya rewerd dan punishment dilakukan tanpa adanya tindakan kekerasan dalam pandangan islam.




PENDAHULUAN
Hukuman dengan cara yang berlebihan dan diikuti dengan tindakan kekereasan tidak pernah diinginkan oleh siapapun, apalagi di lembaga pendidikan yang sepatutnya dapat menyelesaikan masalalah dengan edukatif. Namun tidak dapat diatmpik di lembaga yang seharusnya bertujuan membuat seorang anak mampu mengetahui apa yang sebelumnya ia tidak ketahui ternyata masih sering terjadi tindak kekerasan.

26 Juli 2017, kepala sekolah di SMP Salu Mandalle, desa Tawalian Timur, Kecamatan Tawalian, Kabupaten Mamasan, Sulawesi Barat diduga telah menganiaya salah satu anak didiknya dengan cara membenturkan kepalanya ketembok, seorang Guru yang diduga sebagai pelaku S (45 tahun) menganiaya korban G (14 tahun). Pemicunya, G dianggap sebagai biang keributan, dikelas waktu Guru sedang tidak ada.
“Waktu itu tidak ada Guru, jadi teman-teman ribut,” kata G sabtu 29 juli 2017.
Mendengar kegaduhan yang terjadi di kelas 1SMP Salu Mandale itu, kepala Sekolah kemudian kesal dan memasuki kemudian melarang para siswanya untuk berisik, bukannya diam malah S (45 tahun) diteriakin ‘huuuuu’ oleh para siswa. ( fauzan, liputan 6, 2017 )
Masih banyak lagi kasus pemberian hukum yang berlebihan terhadap siswa, ironisnya para pelaku adalah guru mereka sendiri. Niat guru memberikan hukuman agar para siswa jera, dapat memperbaiki kesalahannya dan tidak melakukan kesalahan yang sama, namun cara yang digunakan tidak sesuai dengan etika sebagai guru dan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam lingkup pendidikan, khusunya Al –Qur’an sebagi pedoman, petunjuk dan tuntunan hidup manusia.

Tidak hanya guru yang melakukan tindak kerkerasan kepada muridnya, belakangan ini banyak kasus seorang murid yang menganiaya gurunya sendiri, kelihatannya mustshil dilakukan oleh seorang murid tapi di Pontianak Timur kejadian ini terjadi, seorang murid menganiaya gurunya sendiri, sebabnya korban ( Guru ) menasehati ( pelaku ) muridnya dan mengambil Handphone pelaku lantaran memainkan Handphone didalam kelas. ( Rio Audhitama Shihombing, Liputan 6, 2018 ).

Aksi penganiayan terhadap guru ini bukanlah untuk yang kali pertama yang terjadi. Sebelumnya seorang Guru SMK di Sampang, Jawa Timur meregang nyawa lantaran dipukul anak didiknya.

Asumsi yang berkembang selama ini di masyarakat adalah setiap kesalahan harus memperoleh hukuman; Tuhan juga menghukum setiap orang yang bersalah. Dari satu jalur logika teori itu ada benarnya. Memang logis, setiap orang yang bersalah harus mendapat hukuman; setiap yang berbuat baik harus mendapat ganjaran. Sebenarnya hukuman tidak selalu harus berkonotasi negatif yang berakibat sengsara bagi terhukum tetapi dapat juga bersifat positif.



PEMBAHASAN
Anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT kepada para orang tua sebagai bentuk kepercayaan Tuhan kepada makhluknya, dan satu-satunya harta paling berharga yang dimiliki orang tua, maka dari itu tidak sedikit bahkan semua orang tua menggiginkan anaknya sukses dunia dan selamat diakhirat. Sekolah adalah tempat dan sarana yang ditujukan bagi para orang tua sebagai rujukan yang dapat membuat sang anak menjadi pribadi yang berguna bagi bangsa dan agama.

Untuk mendidik anak agar memiliki tingakah laku dan kepribadian yang islami, maka proses belajar mengajar harus ditetapkan dengan sistem pendidikan yang ideologis, yaitu pendidikan yang didasarkan kepada islam sebagai suatu aturan. Maka nukan saja pendekatanmya kepada anak sebagai objek perubahan, namun pendidikan merupakan faktor utama dan yang paling penting yang akan menentukan berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan itu. Selain penguasaan tentang motodologi atau sistem pendidikan yang baik dan benar  seorang pendidik pun harus memiliki sifat sifat yang telah dicontohkan oleh Rosulullah sebagai suri taudan dan pendidik yang agung. Seperti tanggung jawab yang tinggi bahwa ia akan dimintai pertanggungjawabannya nanti dihadapan Allah SWT.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah mengatakan:

”Sebagian ulama mengatakan bahwa Allah SWT akan meminta pertanggung jawaban setiap orang tua tentang anaknya pada hari kiamat sebelum anak sendiri meminta pertanggungjawaban orang tuanya. Sebagaimana seorang ayah mempunyai hak atas anaknya, maka anak pun mempunyai hak atas ayahnya.”
Allah juga berfirman dalam surat at-Tahrim: 6

يَاَيُّهَا الذينَ امَنُوا قُوا اَنفُسَكُم وَاَهليكُم نَارَا وَّقُودُهَا النَّاسُ وَالحجَمرَة عَلَيهَا مَلئكَةٌ غلاَظٌ شدَادٌ لَّا يَعصُونَ اللهَ مَا اَمَرَكُم وَيَفعَلُونَ مَا يُؤمَرُونَ  { التّحريْم : 6 }
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;  ( at-Tahrim : 6 )

Dewasa ini kenyataan bahwa banyak para ibu-ibu  yang lebih memilih perkerjaan diluar rumah dari pada mengasuh anak-anaknya sendiri dan mengambil pembantu rumah tangga sebagai alternative untuk menjaga, mendidik dan mengasuh anak-anak mereka, ironisnya banya anak-anak yang lebih dekat kepada pembantunya dari pada orang tuanya sendiri bahkan cenderung takut kepada orang tuanya, lebih parahnya lagi si anak tersebut perlahan-lahan berontak dan akhirnya menjadikan  dirinya sendiri sebagi individu yang liar, tidak mau sekolah, jarang pulang kerumah, nakal, melawan guru / orang tua bahkan hingga berkelahi atau mengkonsumsi barang barang yang haram Sejatinya dampak negative yang paling besar dirasakan oleh sang anak karena itu semua berpengaruh besar kepada kehidupannnya kelak.

Sekolah adalah tempat berkumpulnya individu yang membentuk kumpulan populasi kecil yang ingin mencari ilmu dan berusaha mengembangkan potensi diri. Di tempat ini berbagai macam anak dari berbagai sifat, karakter dan seluk-beluk keluarga yang berbeda berkumpul menjadi satu, maka tidak heran bahwa bukanlah semua anak yang berada disekolahan semua baik, atau sebaliknya semua anak yang berada  disekolah nakal begitupun anggapan bahwa semua anak yang berada disekolah pintar semuanya dan yang tidak berada disekolah tidak pintar/bodoh. Kenyataannya bahwa ada beberapa  anak yang mampu bersekolah malah mempunyai semangat belajar yang rendah/kurang dibandingkan dengan mereka yang tidak sanggup sekolah, penulis sendiri mengakui bahwa setelah membandingkan liku-liku kehidupan disekolah dan pendidikan yang diadakan diluar sekolahan ( Non Formal ) semangat dan antusias mereka berbeda, malah justru semangat inilah yang membuat mereka dapat mengejar apa yang tertinggal dari teman teman sebayanya yang beraa disekolah.

Disini para guru sering mempermasalahkan ketidak mampuan peserta didik dari aspek Kemauan ( Irodah ), Ketaatan ( Ito’ah ), Kedisiplinan ( An-Nizdam ) dan lain sebagainya. Kemauan belajar, disaat sang murid sedang jenuh untuk belajar saat inilah mereka melakuakan sesuatu yang dapat menghilangkan rasa bosan itu tapi salahnya adalah meraka melakukannya pada saat jam pelajaran sedang berlangsung contohnya, seorang murid yang sedang dalam keadaan bosan mempelajari pelajaran ilmu pengetahuan alam ( IPA ) dan dia melampiaskan kebosanan itu dengan cara mengobrol dengan teman sebangkunya atau menggambar saat pelajaran berlangsung, otomatis dia tidak memperhatikan apa yang sedang diterangkan oleh gurunya dan disaat sang guru tau bahwa sang murid tersebut tidak memperhatikan apa yang telah ia terangkan sang guru marah dan memberi hukuman dengan menyobek gambaran anak tersebut atau bahkan melipat lipat gambaran tersebut lalu menamparkannya kepada anak didiknya hal ini jelas tidak dibenarkan.

Di dalam lingkup pendidikan seharusnya segala sesuatunya juga harus bernuansa pendidikan. Contonya, penulis menyarankan hukuman yang cocok seperti kasus diatas adalah dengan menyuruh siswa/i yang melanggar peraturan untuk mengambar organ tubuh manusia/hewan/tumbuhan yang sedang diajarkan dipapan tulis yang ada didepan dengan tidak langsung, mau tidak mau, sadar tidak sadar si siswa yang melanggar tesebut sudah belajar apa yang diajarkan oleh sang guru tersebut, malahan sang anak tadi dapat memahami pelajaran tersebut bahkan mualai tertarik dan menyukai pelajaran tersebut karena siswa tersebut dapat membayangkan dengan detail bagaimana antonomi manusia, hewan tumbuhan dan lain sebagainya.

Dengan memberikan hukuman yang mendidik deperti itu maka akan terbentuk rasa simpatik secara tidak langsung pada siswa kepada mata pelajaran yang diajarkan dan kepada guru yang mengajarakannya alhasil sang murid akan lebih bersemagat untuk belajar dan mungkin menggidolakan sang guru dan bercita cita menjadi guru seperti beliau.

Dengan begini maka tidak akan ada rasa kesal, bosan, marah, benci kepada mata pelajaran, guru, maupun sekolah dan tidak akan ada perlawanan yang serius yang ditunjukan oleh siswa kepada guru bila guru sendiri dapat mengatur muridnya sedemikian rupa, hal ini mungkin menjadi sesuatu yang biasa bila dilihat dari sudut pandang guru guru yang telah lama berkecimpung menjadi pengajar formal maupun non formal, tetapi hal ini mungkin sesuatu yang sulit untuk guru-guru muda dikarenakan minimya pengalaman mengajar.

Dalam agama islam sendiri mejadikan kitab suci Al-Qur’an menjadi contoh dan pedoman dari zaman dahulu sampai akhir zaman dalam surat An-nur : 34.

وَلَقَدْ أَنْزَلنَا إلَيْكُم ءَايَت مُبَيّنَات وَمَثَلَاً منَ الذيْنَ خَلَوا من قَبلكُم وَمَوعظَةً للْمُتَّقيْنَ ( النُّوْر : 34 )
Artinya : Dan sesungguhnya kami menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang member penerangan, dan contoh contoh dari orang sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-oarang yang bertaqwa. ( An-Nur : 34 ).

Dan hendaknya kita mengikuti sesuatu yang baik dan benar dalam hal memberikan hukuman kepada murid dan tidak menjadikan pelampiasan amarah kepada siswa/i disekolahan karena hakikatnya mereka adalah amanat dari para wali murid yang telah dipercayakan kepada kita untuk kita didik dan kita bina. Dan jaganlah kita meniru hukuman-hukuman yang tidak relevan didalam ranah pendidikan.

Selain hukuman ada pula istilah hadiah ( rewed ) yang perlu diperhatikan didalam ranah pendidikan. Hakikatnya hadiah diberikan untuk perilaku bukan pelaku, mengapa demikian menurut penulis, perilaku yang terpuji dan baiklah yang berhak mendapatkan hadiah tanpa memandang siapa dia dan apa dia. Selain itu pemberian hadiah juga harus ada batasnya. Dalam lingkup pendidikan penulis mengambil contoh Pondok Modern Darusalam gontor Ponorogo, Disana terdapat pendidikan yang bersistem kuliyatul Mualin al-islamiyah ( KMI ) yang dimana siswa akhir yaitu kelas 6 diajarkan bagaimana cara mengajar atau disebut juga Amaliyatul Tadris. Disanan diharuskan membuat persiapan mengajar, latihat hingga melaporkan apa yang telah mereka persiapkan untuk praktek mengajar besok disanalah mereka mengetahui batasan-batasan dan cara memberikan hadiah.

Hadiah dalam pendidikan tidak perlu sesuatu yang berbertuk barang, mengapa demikian, bukan karena seorang guru adalah sosok yang pelit yang tidak pernah memberi hal apaun kepada para muridnya, menurut penulis itu salah mengapa….? Kerena guru adalah sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang telah rela mengorbankan waktu, tenaga, fikiran untuk mengajarkan kepada murid-muridnya ilmu ilmu yang bermanfaat didunia dan diakhirat layaknya baginda besar Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan Al-Qur’an kepada kaumnya.

Sebagaimana tersirat dalam Al-Qur’an surat Al-jum’ah : 2
هُوَ الذى بَعضثَ في الأُمّينَ رَسُولاً منْهُم يَتلُوْا عَلَيهم ءَايته وَيُزَكّيهم وَيُعَلّمُهُم  الْكتَبَ وَالحكْمَة وَإن كَانُوْا من قَبْلُ لَفى ضَلَال مُبينَ ( الجثمعة :2 )
Artinya : Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rosul diantara mereka yang membacakan ayat-ayat Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (As-sunah). Dan mereka sebelumnya benar benar dalam kesesatan yang nyata.

Disamping itu hadiah yang berupa barang yang diberikan seorang guru dalam bentuk barang akan menimbulkan kecemburuan sosial dan rasa iri yang timbul pada diri siswa yang tidak mendapat hadiah.

Lalu bagaimana hendaknya kita sebagai seorang guru memberikan/merealisasikan bentuk hadiah itu kepada murid kita. Seperti yang telah dibahas sebelunya oleh penulis bahwa cukuplah kita memberikan pujian seperti “ anak pintar…,” atau acungan jempol, senyuman, dan berbagai bentuk pujian yang lainnya karena hal tersebut akan lebih terasa efeknya pada diri anak dari pada hadiah yang berbentuk barang, selain menimbulkan rasa sombong akan menimbulkan kecemburuan sosial pada siswa yang lainnya.

Namun pemberin hadiah dalam bentuk barang tidak selamanya salah dan tidak selamanya benar. Orang tua sering kali memberikan hadiah kepada anaknya dalam bentuk barang seperti mainan baju dan lain sebagainya, menurut penulis hal itu sah-sah saja karena selain orang tua faham bagaimana tikah laku, sifat anaknya orang tua faham betul apa saja kebutuhan anaknnya.

Misalnnya si anak dalam umur 10 th atau lebih sang anak membutuhkan sepeda untuk berangkat kesekolah, karena anak-anak sebanyanya sudah tidak diantar orang tua mereka masing masing dan melihat dari segi kemandirian sang anak juga harus belajar mandiri sedari dini agar tidak selalu bergantung pada orang lain, meskipun manusia adalah makhluk sosial tetapi kemandirian adalah hal yang sangat penting, maka dari itu orang tua menjadikan sepeda itu sebagai hadiah dengan syarat sang anak tersebut harus juara dikelasnya, secara tidak langsung hadiah tersebut akan menjadi motifasi terbesarnya untuk menjadi juara dikelasnya.

Namun pemberia hadiah tidak bisa menjadi motede yang ampuh untuk selamanya, maka sang anak harus diberi pengertian sedini mungin dimulai dari peran orang tua dirumah, selanjutnya peran guru disekolah untuk memberi pengertian kepada siwanya











PENUTUP
Anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT kepada para orang tua sebagai bentuk kepercayaan Tuhan kepada makhluknya, dan satu-satunya harta paling berharga yang dimiliki orang tua, maka dari itu tidak sedikit bahkan semua orang tua menggiginkan anaknya sukses dunia dan selamat diakhirat. Sekolah adalah tempat dan sarana yang ditujukan bagi para orang tua sebagai rujukan yang dapat membuat sang anak menjadi pribadi yang berguna bagi bangsa dan agama.

Di dalam lingkup pendidikan seharusnya segala sesuatunya juga harus bernuansa pendidikan,sama halnya dengan hukuman dan pujian, karena guru dan siswa merupakan salah satu komponen dari lingkungan sekolah dan termasuk dari individu yang berkecimpung didalamnya maka keduanya harus berkerja sama. Guru menyayangi murid dan murid menghormati guru, maka tidak akan ada tindak kekerasan dalam bentuk hukuman guru terhadap muridnya maupun perlawanan/pemberontakan murid kepada gurunya.

Hadiah / rewerd tidak harus berbentuk benda tapi cukup dengan pujian atau sesuatu yang sama dengan itu, karena pujian / rewerd dengan bentuk benda akan menimbukan kecemburuan sosial pada siswa lainnya




Komentar